Skip to main content

Perempuan-Perempuan Kaca

sudah kubilang kalau aku kalah dalam lomba cerpen kaca, dan au tahu bahwa jika aku tidak menujukkannya kepada dunia, maka cerpen itu hanya akan menjadi pajangan yang tida berguna. dan kali ini aku akan memberikannya kepada kalian, semoa kalian suka.

Perempuan-perempuan kaca
Maulana Abdul Azis

Rambut perempuan itu keriting dan bergelombang, orang berkata rambutnya adalah rambut mie, namun bagiku, tidak ada yang lebih indah daripada mengelus rambutnya yang bergelombang, rasanya seperti berseluncur di pantai Bali bersama ikan-ikan dan burung merpati. Indah. Apalagi menikmati rambut sembari memandang bola matanya yang seperti klereng. Rasanya seperti kamu dikirim presiden untuk menyelami indahnya Raja Ampat; melihat ikan badut di antara anemon-anemon laut.

Dia kupanggil Layla, kakakku yang berjuang menafkahi kehidupan kami yang mulai kelabu. Sejak kepergian ibuku yang sudah genap dua minggu, kakakku terpontang panting bekerja shift malam, katanya ia bekerja di sebuah toko sepatu beberapa blok dari tempat ini. Ia menjadi SPG, dan aku tidak suka jika kakakku menggunakan terlalu banyak lipstik di bibirnya, bedak di pipinya juga terlalu tebal. itu membuat kakakku berbeda dari sebelumnya. Aku tidak suka, aku tidak suka jika kakakku melakukan apa yang ia tidak ia senangi. Sebab, terkadang aku melihat matanya berkabut dan mengandung hujan yang tidak ingin ia tumpahkan. Aku suka melihat kakakku tersenyum, jadi setiap malam aku bisa menarik-narik rambut keritingnya, lalu tangannya akan membelai kepalaku perlahan dengan bisikan “semua akan baik saja” yang ia miliki.

Suara yang kakakku miliki begitu tenang, seperti gelombang air diatas danau. Aku bisa berkata seperti ini sebab dulu kami tinggal di desa, aku dan kakakku sering masuk ke hutan untuk bermain di samping danau, lalu melempar batu gepeng ke atas danau agar ia memantul-memantul. Aku suka suara gelombang air danau, suaranya begitu tenang dan nyaman, aku menyukai suara gelombang air danau karena suaranya seperti milik kakakku.

“kamu sudah makan?”

Kakakku bertanya sembari melepas sepatunya. Nampak wajahnya yang lelah memaksa tersenyum kepadaku, jadi aku mengangguk walau perutku lapar, aku memang belum makan sejak tadi siang, kecuali memakan roti ‘darurat' yang disimpan kakakku. Perutku masih lapar, namun aku tidak peduli, aku ingin bersama kakakku.

Ia menaruh sepatunya, mengambil sepotong roti dan mengunyahnya. Darimanapun kamu melihatnya, kakakku tampak kelaparan, tapi sayangnya, kami tidak memiliki nasi untuk dimakan. kakakku belum gajian dan rasanya sangat menyakitkan. Bisa kamu bayangkan? Nyawa kami ada pada roti, dan kami merasakannya setiap hari.

Malam ini sepertinya akan berlalu dengan perut kami yang kosong. Namun tidak apa, aku menarik rambut kakak, membiarkan jemariku seperti pemburu di belantara hutan Kalimantan. Aku menyusuri rambutnya, barat ke selatan, timur ke Utara. Aku menikmatinya dan kakakku hanya memelukku erat. Dengan pelan, ia mendekatkan bibir begincunya kepada telingaku dan berbisik “semua akan baik-baik saja”

Halus, nyaman, tenang. Seperti danau yang bergelombang.

“Kamu tahu Nolan? Perempuan akan selalu kuat jika ada yang memahami mereka, itulah yang harus pelajari sebagai lelaki. Ketika kamu semakin dewasa, mungkin kamu akan menemukan beberapa perempuan yang berbeda. Mungkin tomboy atau feminim, sebagian lagi hanya menggunakan kacamata agar terlihat pintar. Namun perempuan adalah perempuan, Nolan. Mereka seperti kaca yang harus engkau jaga sebaik-baiknya”

Aku tidak mengerti apa yang kakakku katakan, mungkin karena aku masih berumur 12 tahun. Namun aku tidak melihat kakakku seperti sebuah kaca yang rapuh, tidak, ia adalah berlian diantara besi-besi yang biasa. Ia kuat. Besi akan berkarat namun berlian akan tetap seperti itu selamanya.

Malam ini, aku tidur di pangkuan kakakku. Aku tidak ingin tidur sebenarnya, karena setiap aku bangun, kakakku akan membangunkan ku di pagi hari dan menyuruhku mandi, ia akan menyuruhku menggunakan seragam dan menyuruhku ke sekolah. Aku tidak ingin ke sekolah, aku ingin diam bersama kakakku, aku ingin bekerja seperti kakakku, aku cukup kuat untuk mengangkat benda-benda keras. Seharusnya aku ikut bekerja, bukan sekolah, jika kakakku sekolah dan hanya menjadi pekerja, aku bisa menjadi pekerja sebelum sekolah. Jadi aku ingin bekerja, bukan sekolah.

Namun kakakku hanya berkata : pendidikan itu adalah hak segala bangsa, hak segala usia. Ketika aku dinasehati apapun, aku hanya diam dan patuh, karena konon patuh adalah bukti cinta (walau aku tidak percaya).
                                                                      *****
Kakakku tidak ada di rumah ketika aku pulang sekolah, dan itu berlanjut sampai malam. Siang tadi, lagi-lagi aku harus memakan roti darurat yang semakin lama semakin berkurang. Aku muak namun  aku tidak bisa bertindak banyak. Jadi aku memakan roti itu sampai habis dengan muka cemberut, terkadang mengecek roti lain apakah masih bisa dimakan atau tidak. Untungnya, tidak ada jamur di roti, kami bisa memakan roti ini setidaknya selama tiga hari kedepan. Setelah itu aku tidak tahu harus bagaimana. Apa yang akan dilakukan kakakku? Aku tidak tahu. Jadi aku hanya menunggu dengan perasaan bosan, sembari memikirkan mengapa Nina menangis.

Sebenarnya aku ingin keluar dan bekerja seperti rencana sebelumnya. Akan tetapi kakakku tidak ingin aku melakukan hal yang harus menjadi tanggung jawabnya. Seseorang harus menjaga rumah karena bisa jadi ibu akan kembali saat salah satu diantara kami pergi. Saat itu aku bertanya mengapa kita harus percaya dengan orang yang telah lancang meninggalkan kita. Dan kakakku hanya tersenyum sembari mengelus kepalaku ; selalu ada alasan mengapa orang pergi, baik jahatnya hanya bisa kita ketahui nanti.

Aku menyerah. Namun aku menunggu di rumah ini bukan karena aku percaya ibuku akan kembali, melainkan aku mencintai kakakku dan semestinya aku memang harus patuh kepadanya. Cinta akan membuatmu patuh. Itu kata buku yang kubaca (walau aku rada tidak percaya).

Aku juga tidak keluar rumah sebab orang sudah banyak berubah. Mereka lebih peduli dengan apa yang ada didalam gadget daripada yang ada di sekitar mereka. Percaya kepadaku, kawan, aku pernah melihat seorang yang tabrakan lalu hanya sedikit orang berani mengangkatnya. Kebanyakan orang merekamnya. Itu keterlaluan. Hal semacam ini selalu mengingatkan aku tentang damainya desa. Namun jauh di lubuk hatiku, aku bertanya: apa desa juga akan berubah? Apa mereka akan seperti kota? Entah mengapa pertanyaan itu membuatku takut.

Malam telah larut ketika suara pintu diketuk dan kakakku kubiarkan masuk. Ia begitu lelah, ia taruh sepatu di rak dan berjalan sempoyongan menuju kasur. Aku datang dan duduk disampingnya, lalu tanganku mulai menyusuri rambutnya yang bergelombang sampai aku terlelap.
 
Namun malam ini, aku merasa aneh, kasur basah dan kulihat tubuh kakakku bergetar. Ia sepertinya menangis. Aku tidak tahu bagaimana menghadapi perempuan menangis, maka seperti di sinetron, aku memeluk kakakku dan meniru apa yang selalu ia lakukan, pelan, kudekatkan bibirku ke telinganya. Semua akan baik-baik saja. Bisikku.

Malam ini aku tidur dan bermimpi orang-orang desa menjarah kota. Mereka mengambil roti dan benda berharga lainnya. Mereka datang dengan celurit dan cangkul, lalu memecahkan kaca toko dengan bangga. Padahal dalam keyakinanku, kaca itu begitu kuat, namun cangkul dan batu pun bisa menghancurkannya. 

Aku kembali terbangun karena isakan kakakku. Kini aku diam, sepertinya, selalu ada hal yang membuat perempuan menangis. Padahal mereka bagiku kuat, namun sepertinya aku harus jujur, kakakku, bersama jutaan perempuan lainnya, harus dimengerti bahwa mereka hanyalah wanita, mereka terlihat kokoh seperti kaca, namun kenyataannya rapuh. Dan bisa dihancurkan oleh batu.

Malam itu kukatakan pada benakku: untuk melindungi wanita, lelaki harus perkasa, dan untuk melindungi pria, wanita harus luar biasa.

Lombok, 22 Juli, 2020

Bio:
Maulana Abdul Azis adalah seorang calon mahasiswa yang ingin menulis. Tapi sayang laptopnya sedang rusak sebab takdir. Saat ini sedang menikmati waktu saat masa pandemi, menyeruput kopi, memandang Corona yang semakin keji.

bagaimana cerpenku yang kalah ini? jangan lupa taruh di komentar yaa..




Comments

Popular posts from this blog

Kaprodi BKI Dan Panitia Penyelenggara Pemilihan HMPS Tidak Paham Regulasi

    Fakultas  D akwah dan  I lmu  K omunikasi akan melaksanakan pesta demokrasi pada tanggal 10 Januari 2024, ada 4 jurusan yang akan melaksanakan proses pemilihan yaitu KPI, PMI, BKI dan MD. Namun, pada pemilihan kali ini ada sesuatu yang berbeda terkait dengan aturan yang di tetapkan oleh salah satu jurusan melalui kepanitiaan yang di bentuk. Ke 3 jurusan yang ada melaksanakan dan menetapkan sesuai dengan aturan yang memang sudah seharusnya yaitu Parlemen, sedangkan pada salah satu jurusan melakukan nya dengan cara pemilu raya  yang mana  hal ini sangat kontroversial. Pada tanggal 9 Januari 2024 kepanitiaan dari salah satu jurusan membuat sosialisasi terkait aturan yang akan di tetapkan ; “Kami dari kepanitiaan sudah tahu bahwa sistem yang kami gunakan tidak sesuai dengan dirjen pendis sebagai memang kampus kita yang berada dalam naungan kemenag dan aturan yang kita tetapkan ,  ini sudah di sepakati bersama ketua prodi BKI” Ucap ketua panitia pemilihan jurusan BKI, yakni Fidya ayu ke

Daniel Villegas dan Kronologi Kasusnya

Kronologi Kasus Daniel Villegas  Waktu itu menunjukkan tahun 1993 pada bulan April, tepatnya di El-Paso, Texas. Masa dimana jalanan disepanjang El-Paso begitu lengang, desau udara bergerak dan membelai pori-pori empat orang yang sedang berjalan sehabis mengunjungi sebuah pesta disana. Mereka berempat adalah Bobby England, Armando Lazo, Jesse Hernandes, dan Juan Medina. Adalah sekawanan remaja yang sedang menikmati bebasnya hidup tanpa pernah menyadari bahwa itu adalah akhir dari kehidupan mereka. Keadaan masih tenang kala itu, sampai sebuah mobil mendekat perlahan dan berhenti, kemudian dari kursi belakang, seseorang menembaki keempat remaja tersebut dengan senjata api. Robert England terbunuh dengan kepala berlubang, sementara Armando Lazo berlari bersama dua lainnya sejauh 100 meter sebelum pada akhirnya terbunuh setelah ditembak di bagian paha dan di bagian perutnya. Lazo yang berusia 17 tahun ditemukan tidak bernyawa didekat sebuah rumah di pinggir jalan, tubuhnya ditemuk

Di Amerika, Kangkung sama ilegalnya seperti ganja

Sebenarnya, aku baru mengetahui hal ini. namun jujur, aku terkejut saat mengetahui fakta bahwa di Amerika , kangkung sama haramnya seperti ganja.   Hah? Yah ekspresiku juga seperti itu. Pasalnya, dikenal dengan tanaman yang friendly dan ramah lingkungan, kangkung menjadi salah satu komoditas yang diperjual belikan di Indonesia . bahkan, di Indonesia sendiri, hampir semua orang mengenalnya. kemampuan hidup bangsa mereka yang nauzubbillah  menambah kepopuleran tanaman ini, coba saja lempar batangnya ke sawah atau sungai, suatu saat nanti, kalian akan terkejut menemukan mereka sudah hidup sejahtera dan berkeluarga. namun walau begitu, di Amerika itu menjadi masalah, sebab, kangkung memiiliki sifat rakus dimana ia membutuhkan lebih banyak air daripada tanaman yang lainnya. dan parahnya lagi, kemampuan hidup mereka menjadi penyebab tertutupnya gorong-gorong dan bahkan membuat perahu tidak bisa melintas. Khususnya di Florida. Setelah searching, aku juga mendapatkan informasi bahwa, di Ameri