Apa Kepergian Semenyakitkan Itu?
Ini sudah hari kedua selepas kematian Dina, namun dalam benakku masih tidak bisa aku lupakan kejadian kemarin, rasanya masihlah gamang, seolah itu tidak pernah terjadi, namun bagaimanapun, itu nyata.
Sementara waktu terus berjalan, aku masih mengingat tangisan demi tangisan yang memecah hening, air-air yang tumpah dari mata dan membasahi lantai semen.
Apa kepergian semenyakitkan itu?
Aku tidak tahu.
Dahulu sekali kakakku pernah memiliki seorang kekasih, mereka selalu bersama menjalin cinta dan rasa, saling menyayangi. Namun pada sebuah takdir yang bersembunyi, kekasihnya mati ditabrak truk, giginya berhamburan di jalan, meninggalkan kakakku sendiri meratapi kehidupannya.
Hari itu aku masih terlalu kecil untuk mengerti tentang arti dari kata 'pergi', sebab, aku hanya melihat ia menangis, lalu menulis nama kekasihnya di tembok kamar.
Apa kepergian semenyakitkan itu? aku tidak tahu. Bahkan, aku tidak mengerti. Namun jika aku memikirkannya lebih dalam, membuang logikaku sejenak, maka kepergian ternyata teramat menyakitkan.
Kau tahu bagaimana rasanya? Rasanya seperti jantungmu ditusuk lalu jiwa dalam ragamu diremas seketika. Otak kamu akan merasa ditekan oleh besi, napasmu seperti diambil sampai paru-parumu terasa mati.
Namun semenyakitkannya hal itu, kita akan tahu bahwa pada akhirnya waktu mengajarkan kita untuk mengikhlaskan, kita akan tahu bahwa apapun di dunia ini--entah itu kecil atau besar-- terjadi karena suatu alasan.
Apa kepergian semenyaitkan itu?
Iya, sangat menyakitkan. Sampai kau tidak tahu bahwa itu ternyata adalah rasa sakit, namun tetap saja, waktu akan mengajarkan kita apa arti dari kata 'mengikhlaskan', sepahit apapun kepergian yang kita alami.
Comments
Post a Comment